Skip to main content

Saya Akhirnya Jatuh Cinta

SAYA akhirnya jatuh cinta. 

    Mungkin, saya tidak akan sebut dia sebagai ‘jatuh cinta’. Bagaimanapun, rasanya perasaan artificial terhadap seseorang yang bahkan jarang sekali bicara dengan saya ini rasanya terlalu dangkal untuk disebut ‘cinta’. Menurut saya, ‘cinta’ itu kata yang besar. Berat. Sebuah situasi di mana saya merasa bisa jadi diri saya sendiri dengan perasaan aman tanpa takut ditinggalkan. Di mana saya bisa melihat seseorang dengan mata terbuka dan pikiran yang jernih. Di mana saya bisa melihat dia sebagai seorang manusia, yang punya perasaan dan kesalahan, yang kemudian tidak diindahkan namun dimaafkan dan bantu berkembang. Perasaan saya saat ini, tentu saja rasanya terlalu dangkal untuk dipanggil ‘jatuh cinta’. Saya akan sebut perasaan ini sebagai “I have a crush on someone” (karena memanggilnya ‘gebetan’ juga terlalu… entahlah, sesungguhnya saya tidak berusaha mendekati dia juga, jadi rasanya tidak pantas disebut ‘gebetan’).

    Sesungguhnya, saya kesal betapa tepatnya saya mengimajinasikan bagaimana rasanya jatuh cinta dalam cerita-cerita romansa yang saya tulis. Kendati (syukurnya), kisah ini tidak sedramatis kisah kasih yang saya gubah, saya kesal seberapa tepatnya saya tentang merasa bahagia hanya karena kami berada di suatu ruangan yang sama. Saya kesal bahwa saya beneran deg-degan ketika jarak dimana kami berdiri kurang dari 30cm. Saya kesal bahwa saya sungguhan senang berhasil bilang “Hai” walau “Hai” yang dimaksud hanya refleks tanpa follow-up percakapan apa-apa. Sudah tak terhitung berapa kali saya merutuk “tolol” ke diri sendiri karena jantung saya sungguhan naik heart ratenya ketika kami tak sengaja bertemu. Saya kesal bahwa otak saya bilang “Hehe. Gapapa deh tetap berdiri di sini selama apapun selama dia berbagi ruang dengan saya” ketika dia memasuki ruangan setelah merutuk dalam hati mengapa waktu berasa berjalan lambat sekali sebelum dia datang.

    Kesal. Rasanya seperti basic girl with a crush sekali. I thought I was better than this! Turns out I now want to try out photography and graphic design for a chance to accidentally share a committee with him. I feel so silly, stupid, and… admittedly, adorable.

    Orang tua saya pernah bilang, saya yang blangsakan ini akan mulai peduli dengan bagaimana dia tampil jika dia sudah mulai jatuh cinta. Waktu itu saya mencibir. Saya bilang, saya tidak akan berubah hanya untuk seorang laki-laki (because, fuck patriarchy, no?). Ternyata kemarin saya high five dengan diri saya sendiri karena saya menggunakan kombinasi pakaian yang apik dan cantik ketika tidak sengaja bertemu dengan dia. (Still, fuck patriarchy, but I want to look pretty in every chance I meet him)

    Tapi serius deh, saya gak suka sekali betapa dangkalnya perasaan ini. Saya inginnya jatuh cinta dengan seseorang yang saya sudah kenal luar dalam. Inginnya jatuh cinta dengan sahabat saya, lah, istilahnya. Tapi Tuhan bilang saya mana bisa jatuh cinta dengan sahabat saya ketika seksualitas saya heteroseksual dan saya enggan berteman dengan laki-laki. Jadilah saya jatuh cinta (shh, having a crush) gara-gara senyuman manis yang saya lihat berkali-kali tanpa sengaja.

    Ngomong-ngomong, sejak saya sadar bahwa saya suka dengan orang ini, saya sudah memvonis bahwa kami tidak akan jadi apa-apa. Saya tidak akan kejar dia, dan dia sepertinya tidak akan mau juga dengan saya (haha). Alasannya karena… [disclosed information].

    Yah, pokoknya karena situasi dan kondisinya tidak memungkinkan. Sekarang saya bahkan sedang berharap dia sebenarnya punya pacar biar hati saya rela meninggalkan perasaan ini. Biar final sudah keputusan bahwa “Sudah, sudah, memang gak akan mungkin. Jangan banyak berharap, ya?”. (Tapi serius deh, saya kesal sekali tidak bisa menemukan tanda-tanda bahwa dia taken. Saya sampai cek sosial medianya, tapi kok gak ada foto dia sama pacarnya? Saya yakin sekali orang seperti dia harusnya tidak mungkin single) (“Mungkin dia orangnya gak suka mengunggah relationship pribadinya” kata saya pada diri saya sendiri, “Pasti ada ini ceweknya. Dia malu-malu saja uploadnya. Minimal dia sudah punya gebetan”)

    Ngomong-ngomong, saya niatnya mau lament ini jadi entry 750 kata saya hari ini. Namun, ternyata sejauh ini saja baru sampai 633 kata. Jadi mungkin begini saja, mari sisa hutang kata-katanya saya persembahkan untuk kekasih saya di masa depan (haha).

    Halo, ini tulisan saya yang ketiga untuk kamu. Yang pertama di tahun 2024, dan yang kedua di bulan Maret 2025. Dalam keduanya, saya masih membayangkan kamu sebagai sebuah konsep samar tanpa patokan berhubung saya belum pernah jatuh cinta sebelumnya. Seperti yang mungkin sudah kamu baca di atas, saya merasa yakin sekali saya dan crush pertama saya tidak akan jadi apa-apa. Jadi kemungkinan besar, dia bukan kamu (haha). Saya harap, senyummu manis dan enak dipandang. Soalnya saya pribadi tidak suka kenampakan senyuman saya. Kan kasihan kalau anak-anak kita nanti guaranteed punya senyum yang gak manis-manis amat.

    Saya ingin tahu deh, kok bisa-bisanya kita bareng-bareng? Siapa yang suka duluan? Kamu? Saya? Kamu yakin saya memang beneran suka sama kamu dan bukan cuma pura-pura seperti ketika saya SMA? (haha. Bercanda. Maybe we haven’t met yet but I love you already)

    Ngomongin tentang itu, kamu sudah pernah dengar belum tentang apa yang terjadi ketika saya SMA? Kalau belum, wah, mungkin karena saya takut kamu lari gara-gara saya jahat sekali waktu itu. Tapi boleh, deh, coba tanya kemudian… lari jauh-jauh! Hati-hati, ada red flag berjalan yang menggenggam tanganmu. (Bercanda, lagi. Saya harap saya sudah berubah jadi green flag ketika bertemu denganmu. Tapi cerita lama tentu boleh diceritakan, benar?)

    Seandainya kamu bertanya-tanya, bagaimana sih, tipe cowok saya ketika surat ini ditulis? Pendeknya, saya suka cowok yang seperti Beeroo. Kalau kamu gak tahu Beeroo siapa… yah, gapapa sih, tapi mungkin ini saatnya kamu bertanya kepada saya siapa anak kesayangan saya sejak akhir tahun 2024 itu. Kemudian, coba tanyakan kepada saya, “Menurut kamu semirip apa aku sama Beeroo?” (haha. Kalau gak mirip-mirip amat juga gapapa. Mungkin selera saya berubah semakin saya bertambah usia)

    Ya sudah, segitu saja dulu agaknya, berhubung sudah tertulis lebih dari 750 kata. Saya undur diri dulu. Aku sayang kamu :)

Comments