“Siapa yang akan meratap di pemakamanmu?”
pertanyaan itu kadang-kadang menggaung di otak saya. Meskipun saya tidak ingin seorang pun bersedih karena kehilangan saya, atau saya ragu bahwa akan ada seseorang yang merasa kehilangan saya, kadang-kadang pertanyaan itu muncul di kepala saya.
Mungkin keluarga saya akan sedih. Dan mungkin teman-teman dekat saya akan sedih. Entahlah. Saya lebih suka untuk tahu bahwa tak satupun dari mereka akan merayakan kematian saya ketimbang mereka bersedih atas kematian saya.
Saya hampir tidak pernah punya impian dalam hidup saya, kecuali mimpi-mimpi tentang menjadikan budaya Indonesia mendunia dan menjadikan negeri ini lebih layak huni bisa dianggap sebagai impian. Bagaimanapun juga, itu harapan-harapan yang dimiliki tanpa pernah diusahakan untuk diwujudkan.
“Hidup itu sulit”
kata saya pada diri sendiri beberapa waktu lalu. Saya tidak pernah tahu kapan saya akan pergi. Kapan kesempatan akan datang. Dan kapan kemalangan akan menghampiri saya. Siapa orang yang suatu hari nanti akan jadi teman dekat saya, bagaimana cara menjalani hidup tanpa buku panduan, dan di mana hal penting akan terjadi kepada saya. Kehidupan itu isinya hanya meraba-raba, dan saya, sebagai orang yang payah dalam meraba, membenci hal itu.
Saya sempat ingin mati.
Dan meskipun saya sudah tidak ingin mati, saya juga tidak benar-benar peduli jika saya akan mati. Dosa saya masih banyak, jadi itu pernyataan yang lumayan berani.
Mungkin karena saya tidak pernah punya mimpi dan tujuan. Atau mungkin karena saya sudah mati rasa setelah tahun 2021.
Yang saya pikirkan semisalnya kematian datang kepada saya detik ini juga, adalah bagaimana orang-orang terdekat saya akan bereaksi.
Orang tua saya hanya punya dua anak; dan mereka sudah terlalu tua untuk punya anak baru. Maksud saya… saya sebenarnya agak menyesal melarang mereka untuk punya anak ketiga hanya karena saya sudah cukup muak dengan adik saya. Mungkin harusnya saya biarkan saja agar mereka tidak sedih-sedih amat semisalnya saya mati.
Teman-teman saya orangnya mudah bergaul, tidak seperti saya, jadi saya tidak peduli-peduli amat akan reaksi mereka jikalau saya mati.
Seperti apa, ya, pemakaman saya nanti? Kalau boleh jujur, Saya harap pemakamannya kecil. Hanya dihadiri beberapa orang dan penjaga permakaman. Kematian saya tidak usah diketahui banyak orang. Tapi sepertinya, orang tua saya akan lebih sedih jika ada terlalu sedikit orang yang datang di acara duka itu. Bagaimanapun, mereka ‘kan butuh pendistraksi juga.
Semoga pemakaman saya besar, nasib hidup/mati saya diketahui, dan saya cepat dilupakan.
Comments
Post a Comment