Skip to main content

AF#02 - Camellia

CAMELLIA SINENSIS adalah jenis tanaman yang berasal dari famili Theaceae. Pucuk Camellia Sinensis biasanya digunakan untuk membuat teh.

      Salah satu contoh teh dari Camellia Sinensis adalah teh putih yang memiliki kandungan antioksidan yang tinggi. Pun memiliki kandungan kafein yang rendah. Warnanya putih seperti namanya. Rasanya juga lebih lembut.

      Teh lain yang terbuat dari Camellia Sinensis adalah teh hijau yang terkenal akan antioksidan yang tinggi. Meskipun tidak setinggi kandungan dalam teh putih, tentu saja. Kalori dalam teh hijau juga rendah sehingga sering disarankan untuk mereka yang diet.

          Selanjutnya adalah teh oolong. Aroma khas yang tajam dan rasa pahit yang dirasakan di awal adalah hasil dari cara mengolah teh ini yang diolah melalui proses fermentasi. Kadar kafein dalam teh oolong juga cukup tinggi dibanding teh lain yang terbuat dari Camellia Sinensis sehingga cocok untuk meningkatkan konsentrasi.

      Teh terakhir yang terbuat dari Camellia Sinensis yang akan disebutkan disini adalah teh hitam. Paling teroksidasi dari semuanya, teh hitam juga terbuat dari hasil fermentasi, seperti teh oolong. Warna teh hitam juga cenderung lebih gelap ketimbang teh lainnya. Kandungan kafein dalam teh hitam juga cukup tinggi ketimbang jenis teh lainnya yang disebutkan sebelumnya.

         Selain bahan dasar teh, genus Camellia juga memiliki bunga yang indah. Sebut saja Camellia Japonica dari Jepang yang memiliki ratusan kelopak dalam satu bunga. Atau Camellia Sasanqua. Atau malah Camellia Reticulata yang langka di alam liar. Sungguh bunga-bunga yang memanjakan mata.

       “Ayah, ayah! Aku ingin bunga yang ini!”

     Hari itu mereka memperingati hari dimana perang akhirnya berakhir. Mempersembahkan bunga bakung ke monumen korban perang adalah acara yang dilakukan setiap tahun.

         Sang ayah menatap bunga yang ditunjuk sang gadis, “…Itu bukan bunga bakung”

     Gadis itu merengut, “Tapi cantik!” katanya simpel.

      Si ayah diam, bingung apa yang harus dilakukan.

      Bunganya memang cantik. Tapi ini kan bukan saat yang tepat untuk membeli bunga seperti itu. Lagipula siapa pula yang akan merawatnya? Orchid kecil tak bisa diharapkan, bukan?

      Gadis itu mulai merajuk di depan semua pelanggan. Ini pertama kalinya dia merengek minta dibelikan bunga setelah bertahun-tahun datang ke toko ini.

      “…” si ayah mulai membayar bunga bakung untuk persembahan di kasir. Aih. Orchid masih merajuk menarik-narik ujung jas hitamnya.

      ...

     Akhirnya bibit camellia itu dibeli juga.

     “Rawat ya”

        Orchid mengangguk ceria. Dia nampak gembira sekali.

Dari toko bunga, mereka berjalan menuju monumen yang berdiri di kota. Mengenang korban perang yang tewas serta tentara yang gugur.

Ratusan bunga bakung berjejer di atas monumen dari granit itu. Tepat hari ini, bertahun-tahun lalu, semua orang berduka. Tepat hari ini, bertahun-tahun lalu, peristiwa penuh tangis itu berakhir. Namun mereka yang hilang tak akan bisa didapatkan kembali.

‘Dalam memori.’

Mereka berdua menundukkan kepala. Mengheningkan cipta.

Yang kehilangan orang tercinta tidak terkecuali mereka. Banyak sekali. Banyak sekali yang meninggalkan mereka. Ratusan kolega sang ayah gugur dalam perang. Tentu saja ia hanya bisa menelan perasaan pahit yang selalu muncul di ujung lidahnya tiap hari ini datang.

Doa mereka selesai. Mereka selesai mengirimkan harapan keselamatan untuk mereka yang pergi di alam selanjutnya.

Orchid merasakan ayahnya menggenggam tangannya.

Ayo pulang.

Orchid bisa merasakan tatapannya berkata seperti itu. Ayah tidak pernah berbicara setelah pergi ke monumen. Namun tatapannya penuh makna.

Orchid mengangguk. Menggenggam balik tangan ayahnya yang besar dan kasar namun hangat. “Habis ini kita tanam bunganya, ya, Yah!” ia berseru. Berjalan sambil melompat-lompat kecil.

Ayahnya mengangguk. Menggenggam bungkus bibit.

Hari ini dia tidak jadi merenungi masa lalunya yang suram. Tidak jadi diam menyiksa diri merasakan rasa bersalah yang tak kunjung mati sejak bertahun-tahun lamanya.

Langitnya merah hari itu.

Senyum gadis itu yang sederhana dan manis ketika gembira menanam bunga camellia menghapuskan rasa risaunya.

“Ayah, ayah, nanti bunganya warna apa?” tanyanya riang, wajahnya cemong penuh tanah.

“Merah muda,” sang ayah melirik keterangan yang tertulis di bungkus bibit.

“Uwha, pasti rumah kita akan jadi indah nanti, ya!” Orchid melompat-lompat girang, nampaknya membayangkan bunganya ketika mekar nanti. Ayahnya hanya tersenyum.

“Setelah ini, ayah tidak usah sedih lagi ketika hari ini datang!” Orchid menatap ayahnya dengan semangat, “Nanti, tiap tahun, bunga ini akan mekar, ayah! Jadi jangan sedih ya!”

Ayahnya hanya terdiam mendengar kata-kata gadis itu. “…Iya” katanya, seraya tersenyum.

Sore itu langitnya merah. Orchid yang sudah mandi akhirnya tidur karena lelah bercocok tanam. Ia tepar di kasur dengan ekspresi puas.

Si ayah kembali ke taman.

Jangan sedih lagi?

Hari itu, ia tidak hanya kehilangan koleganya. Ia juga kehilangan istrinya yang seperti bunga camellia yang mekar di hari yang berembun. Ia kehilangan istrinya yang suara lembutnya seperti rasa teh putih ketika menyentuh lidah.

Mungkin itulah penyesalan terbesar dalam hidupnya. Penyesalan yang membuatnya jatuh dalam lubang besar bernama keputusasaan.

Tapi kalau Orchid bilang dia ingin ayahnya tidak sedih lagi, maka dia akan berusaha sepenuh hati melakukannya.

Seperti bunga camellia merah muda yang ia tanam, ia akan selalu merindukan istrinya. Namun mulai hari ini, ia akan mengenang istrinya dengan memandang rimbun bunga camellia di kebunnya sambil tersenyum.


2019.

Comments