Judul : Laut Bercerita
Penulis : Leila S. Chudori
Penyunting : Endah Sulwesi/Christina M Udiani
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun terbit : Cetakan 8, November 2019
Halaman : x + 379 hlm
Jakarta, Maret 1998
Di sebuah senja, di sebuah
rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut disergap empat lelaki tak
dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon,
dia dibawa ke sebuah tempat yang tak dikenal. Berbulan-bulan mereka disekap,
diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan disetrum agar bersedia
menjawab satu pertanyaan penting: siapakah yang berdiri di balik gerakan
aktivis dan mahasiswa saat itu.
Saya membeli buku ini di Bulan Desember tahun 2019 di Gramedia Depok tanpa niat sedikit pun untuk membeli buku ini sebelumnya. Alasan mengapa saya akhirnya membeli buku ini adalah, saya merasa, masa sudah jauh-jauh ke Depok tapi malah tidak tahu mau beli apa (ha ha).
Akhirnya karena teman saya bilang buku ini direview bagus oleh penulis-penulis yang dia sukai, akhirnya bukunya saya beli. Padahal saya tidak pernah dengar perihal buku ini sebelumnya.
Dan ternyata bukunya memang bagus. Saya suka. Meskipun ketika mengingat buku ini yang paling berkesan oleh saya adalah kewalahan yang saya alami ketika membacanya.
Buku ini dibagi dalam 2 bagian : Biru Laut dan Asmara Jati.
Bagian Biru Laut dimulai dengan Laut yang tenggelam dan mengisahkan pengalamannya dalam matinya. Bagian Biru Laut memiliki alur mundur, namun dengan dua alur yang bergantian di setiap babnya. Alur pertama menceritakan tentang kisah Laut sebagai seorang mahasiswa aktivis 98 dan bagaimana dia dan teman-temannya berkumpul, membuat strategi, dan berdiskusi. Pada alur kedua, diceritakan tentang penyekapan dan penyiksaan yang Laut rasakan sebelum ia dibuang ke laut seperti yang sudah ditunjukkan di prolog.
Selanjutnya, pada bagian Asmara Jati digambarkan keputusasaan anggota keluarga, kekasih, dan teman dari para aktivis yang menghilang di tahun 1998 dan tak kunjung pulang. Bagian ini dikisahkan dari sudut pandang Asmara Jati, adik dari Biru Laut.
Buku ini mampu membuat pembaca turut merasakan kesedihan dan kehilangan yang dirasakan oleh para keluarga dan teman-teman korban yang hilang. Buku karangan Leila S. Chudori ini juga sukses mencampur adukkan perasaan pembaca dan menggambarkan situasi di zaman Orde Baru dengan baik dan menarik.
Kekurangan dari buku ini adalah, alurnya yang maju-mundur sehingga kadang-kadang membuat bingung kalau tidak dibaca dengan saksama. Topiknya juga sedikit berat sehingga beberapa paragraf harus dibaca beberapa kali.
Kekurangan lainnya (dan ini pendapat pribadi saya sendiri) adalah, sebagai buku dengan rating 15+, buku ini mengandung beberapa adegan yang membuat saya kurang nyaman dan saya rasa tidak perlu. Alhasil ada beberapa bagian dari buku Laut Bercerita yang saya 'sensor' demi kenyamanan pribadi saya di masa depan (atau mungkin sayanya yang tidak tahu batasan buku 15 tahun ke atas itu sampai mana).
Meskipun begitu, buku Laut Bercerita saya rekomendasikan sebagai sebuah literatur untuk dibaca sekiranya Anda tertarik untuk melihat penggambaran situasi dan ketegangan di zaman Orde Baru.
Comments
Post a Comment