Film pendek ini dimulai dengan memperkenalkan sang pendongeng tua yang berjalan di tengah malam di sebuah kota tua dan beristirahat di alun-alun kota. Ia telah mengumpulkan kisah-kisah dongeng dari seluruh dunia dan kini ingin membagikan bukunya tersebut kepada orang lain sebelum ia meninggal.
Esok paginya, sang pendongeng bertemu dengan seorang pelawak istana yang pendek. Sang pelawak bercerita bahwa ia kesal karena orang-orang kerap menertawakan tinggi tubuhnya. Mendengar hal itu, sang pendongeng mengisahkan kepada sang pelawak kisah seekor tikus di kapal yang menyelamatkan seisi kru kapal yang hampir tenggelam dengan melepaskan layar kapal yang tergulung. Layar kapal yang hanya bisa diraih oleh sang tikus karena ukurannya yang kecil.
Usai mendengar kisah sang pendongeng, si pelawak segera menyadari bahwa ukuran tubuhnya adalah sebuah anugerah tersendiri. Ia pun bergegas pergi, dan kini kembali menghibur orang-orang dengan memanfaatkan tubuh pendeknya itu. Sang pendongeng menyaksikan itu dengan perasaan pahit, karena ia tidak sempat membagikan buku miliknya tersebut kepada sang pelawak.
Suatu hari di musim gugur, sang pendongeng bertemu dengan seorang janda yang putus asa. Dia tidak dapat memberikan makanan kepada anak-anaknya di rumah. Jadi, sang pendongeng mengeluarkan roti terakhir miliknya kepada si janda seraya berkisah mengenai seorang putri terkutuk yang kutukannya terangkat karena kebaikan seorang asing yang memberikan hidupnya kepada sang putri.
Sang janda pun mengambil roti yang diberikan oleh sang pendongeng dan berterima kasih. Namun tidak menyadari bahwa sang pendongeng mencoba memberikan kepadanya buku miliknya.
Menjelang musim dingin, sang pendongeng bertemu dengan seorang tentara yang baru saja kembali dari perang. Ia kehilangan saudaranya di medan perang dan kini sedang berduka cita. Sang pendongeng pun duduk di samping si tentara tanpa sepatah kata pun. Kemudian sang tentara menceritakan kepada si pendongeng tentang saudaranya. Dan sang pendongeng pun menceritakan sebuah kisah yang tak pernah ia ceritakan kepada orang lain sebelumnya.
Ketika malam tiba, hati sang tentara kini sudah tenang. Ia pun berterima kasih kepada si pendongeng dan mengucapkan selamat tinggal. Dan ketika sang tentara sudah pergi, barulah teringat si pendongeng tentang bukunya. Namun musim dingin telah tiba.
Tanpa tempat tidur dan makanan, sang pendongeng meringkuk kedinginan di kejamnya musim dingin.
Musim semi tiba. Terlihat seorang pelawak, seorang janda, dan seorang pria tinggi besar mencari-cari sesuatu di alun-alun kota. Mereka hendak berterima kasih kepada sang pendongeng. Namun sang pendongeng tak terlihat di mana pun.
Mereka bertiga merasa sedih, sadar sang pendongeng tua tak berhasil melalui musim dingin. Namun meskipun tak satu pun dari mereka mendapatkan buku yang si pendongeng itu ingin berikan, masing-masing dari mereka membagikan kisah sang pendongeng kepada orang-orang selanjutnya.
Comments
Post a Comment